
Tugas TNI di Kejaksaan Dinilai Sebagai Bentuk Penyimpangan Menurut ISDS
,
Jakarta
– Studi Strategis dan Pertahanan Indonesia (SSPI) mengkaji keputusan tugas Tentera Nasional Indonesia (
TNI
) dalam pengamanan institusi
kejaksaan
Kebijakan tersebut dianggap bisa menghasilkan overlap wewenang antara tentara dan petugas kepolisian sipil.
“Kolaborasi antara sektor civil dan militer merupakan suatu kebaikan yang dapat diterapkan di hampir semua negara. Namun, dalam konteks negara maju, kolaborasi ini secara khusus memerlukan definisi peran masing-masing,” ungkap Co-Founder ISDS Dwi Sasongko lewat pernyataan tertulis pada hari Senin, tanggal 12 Mei 2025.
Ketentuan ini merujuk kepadaTelegram
Panglima TNI
Jenderal Agus Subiyanto pada tanggal 5 Mei 2025 dan Nota Kesepakatan NK 6/IV/2023 yang ditandatanganinya pada 6 April 2023. Dwi menganggap ada dua aspek dalam notulen itu harus direevaluasi kembali karena menciptakan area ketidakjelasan saat diimplementasikan.
“Penguatan keamanan bagi lembaga Kejaksaan mengacu pada pelaksanaan Memorandum of Understanding atau Penetapan Persefekuan NK 6/IV/2023 yang ditandatangani pada 6 April. Di antara 8 area fokus, butir 3 dan 5 memerlukan penjabaran lebih rinci karena bisa menciptakan zona tidak jelas,” ungkap Dwi.
Dia dengan spesifik menggali arti dari butir ke-tiga dalam perjanjian tersebut. “Apa yang dimaksud penempatan prajurit TNI di area Kejaksaan Republik Indonesia? Sebab Jampidmil telah ditetapkan terlebih dahulu. Sedangkan ST Panglima TNI untuk Pam Kejaksaan– ini kurang sesuai lantaran tak masuk dalam tanggung jawab utama TNI, entah itu OMP atau pun OMSP,” jelasnya.
Dwi meragukan landasan penugasan itu jika memang tidak terdapat ancaman militer yang jelas. “TNI merupakan instrumen pertahanan nasional dengan tanggung jawab dalam sektor pertahanan. Adakah ancaman militer yang mengintai kedaulatan Republik Indonesia dari Kepolisian? Jika tidak ada, maka tujuan penempatan TNI di Kejaksaan menjadi kurang jelas? Hal ini bahkan dapat menciptakan keragu-raguan publik tentang situasi negeri kita,” ungkapnya.
Kelima poin dalam MoU tersebut pun ikut diperdebatkan. “Poin lima sebaiknya dijabarkan lagi tentang jenis dukungan serta tenaga pendukung yang akan disediakan oleh TNI ke Kejaksaan, karena Kejaksaan merupakan salah satu unsur pelaku hukum, sedangkan TNI tidak termasuk sebagai komponen pengawal hukum.”
Dwi menyatakan bahwa penerapan tugas TNI di bidang selain pertahanan merupakan suatu penyimpangan. “Secara keseluruhan, memberikan tugas kepada TNI diluar ranah pertahanan bukan saja bertentangan dengan Undang-Undang TNI, namun juga merusak kewaspadaan profesi TNI serta etika para prajuritnya,” ungkapnya.
ISDS selanjutnya menggarisbawahi pentingnya mempertahankan profesionalisme militer agar terhindar dari campur tangan urusan sipil dengan cara yang langsung. “Menurut ISDS, kewaspadaan atas profesionalitas Tentara Nasional Indonesia (TNI) dapat dipertahankan apabila fungsinya masih tertuju pada bidang pertahanan negara serta tidak ikut campur dalam hal-hal sipil tanpa alasan mendesak, kecuali saat ada situasi darurat nasional yang telah ditentukan oleh kebijakan pemerintah,” jelasnya.
Dwi menegaskan bahwa tantangan geopolitik serta ancaman dari luar harus menjadi prioritas pokok bagi tentara. “Di masa mendatang, ISDS berharap agar TNI mampu meningkatkan perannya sebagai barisan pertama untuk melindungi keseluruhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal ini dilakukan dengan cara menghadapi kemungkinan gangguan eksternal dan merespons situasi geopolitik yang kian rumit,” katanya.
Saat ini, Kejaksaan Agung menyangkal klaim dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan yang mengemukakan bahwa penggunaan pasukan TNI dalam lingkup Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri bisa meningkatkan campur tangan militer ke dalam urusan sipil, terutama di sektor pelaksanaan hukum.
Intervensi apa ini? Mereka hanya bertanggung jawab untuk mengamankan kantor saja,” ungkap Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar ketika dimintai konfirmasi Minggu, 11 Mei 2025. “Hal itu tidak berhubungan langsung dengan proses kasus.
Daniel A. Fajri
menyumbang untuk penyusunan artikel ini